(SANGBALA GROUP)
MEDIA PEMBELAJARAN KAMI

Senin, 29 November 2010

Naskah Teater Monolog Perempuan dan Kamboja

Naskah Monolog
Perempuan Harum Kamboja*
Karya: rodli tl.


Adegan 1

Set panggung adalah taman pekuburan. Penuh dengan batu-batu nisan, dan reranting yang daunnya berguguran

Musik dan nyanyian pembuka adegan

Malam berhembus lirih
Membawa harum kamboja

Perempuan dan setia
Kunang-kunang dan cahaya

Berkabar tentang lelaki
Di alam baka yang sunyi

Menghadap Sang Maha Yang Suci

Perempuan itu berjalan mengendap-endap, menerobos semak belukar, menyusup di kegelapan. Cangkul di pundaknya terasa membebani langkahnya. Ia menyisiri batu-batu nisan dengan membelakangi penonton.

Perempuan :
Seperti hari-hari sebelumnya. Ya, seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini sudah yang kesekian kali aku mengunjungi suamiku yang terbujur dalam liang lahat. Seperti hari-hari biasanya.

Musik dan nyanyian terdengar

Malam berhembus lirih
Membawa harum kamboja

Perempuan dan setia
Kunang-kunang dan cahaya

Berkabar tentang lelaki
Di alam baka yang sunyi

Menghadap Sang Maha Yang Suci

Perempuan itu hanyut dalam nyanyian. Ia bergerak mengambil payung yang berada di atas kuburan suaminya. Ia menagis dan mendekapnya.
Nyanyian lirih. Tangisan perempuan makin menjadi. Ia memukul-mukul makam suaminya.

Perempuan :
Suamiku, kalau kau masih mencintaiku dan anakmu, bangunlah, kali ini akau dating dan mengharap kau mau jujur kepadaku. Tak ada orang di sini. Kau harus berani mengatakan kepadaku. Kau harus katakana apa yang telah terjadi saat itu.
Kalau kau masih tidak bergeming dari kebekuanmu, berarti kau menghianati dirimu sendiri. Nak kita tidak pernah sekolah lagi. Hidup kita hancur. Air mataku tidak akan pernah berhenti karena kekejaman yang menusuk mata ini..



Musik dan nyanyian terdengar lagi.
Perempuan itu mulai bangkit dari duduknya. Ia bergerak ikuti nyanyian sambil memainkan payungnya.

Malam berhembus lirih
Membawa harum kamboja

Perempuan dan setia
Kunang-kunang dan cahaya

Berkabar tentang lelaki
Di alam baka yang sunyi

Menghadap Sang Maha Yang Suci

Musik berhenti.
Berjalan dengan cepat mengembalikan payung papa posisi semula. Lalu ia berdiri tegap di samping makam suaminya.

Perempuan :
Aku sekarang tidak takut. Tetapi kau masih tetap diam. Kalau kau dulu bisa berkata jujur, mengapa sekarang kepada istrimu kau bungkam seribu kata? Sungguh hatiku sedih sekali, kalau iangat berita yang ditulis di Koran tentang kematianmu. Sungguh aku tidak percaya kalau kau berselingkuh dengan istri teman dekatmu.

Musik terdengar sedih.
Perempuan berpindah posisi ke samping depan dengan pelan.
Ia berdiri dengan menarik nafas panjang. Pada raut wajahnya mulai muncul amarah. Ia berkata dengan lantang.

Perempuan :
kalau itu tidak benar mengapa kau diam? Mati harus beralasan. Kau harus menghadap bapak hakim tau polisi dan mengatakan kepada mereka bahwa berita itu hanya rekayasa belaka. Atau kalau kau mau, kau harus menyeret mereka yang telah menyelakakanmu. Mengapa kau tidak berani menantang, seperti kau berani berbicara jujur kepada orang lain, mengapa?

Perempuan bergerak ambil sisi kiri panggung.

Perempuan :
Suamiku, kematianmu membuat orang lain tidak mengerti ikut terseret dalam kubangan setan. Dan ini membuatku dan anakmu menderita. Aku tahu, kau pun tahu, mereka punya uang dan senjata. Mereka bisa saja mengganti otak kita dengan otak kerbau, mencungkil mata kita, mengganti hati kita dengan hati anjing. Kau harus berbuat seperti dulu. Besok pengadilan mengetukan palunya. Kau harus menolongnya, agar mereka tidak teerus-menerus bersorak-sorai dalam kubangan air mata orang lain. (ia mengamil cangkul lalu memainkannya seperti menggali makam suaminya) ayo bangunlah suamiku……… bangunlah! (Perempuan itu mengayunkan cangkulnya dengan membabi buta) aku harus membuktikan bahwa berita itu adalah rekayasa atau bukan. Kau harus berani menghadapiku kalau kau lelaki jujur.

Amarah perempuan meledak dengan diiringi musik perkusi menghentak-hentak. Suara burung gagak-gagak ikut menjerit.

Ia berbicara keras, seakan berdialog dengan orang lain


Perempuan :
Ini kuburan suamiku! Ia harus menghadap ke pengadilan! Ia saksi utama atas kematianya. Ia harus menjelaskan kematiannya di muka pengadilan. Hanya ia yang bisa membela dirinya. Tidak ada alasan untuk mencegahku

Dengan cepat perempuan itu mengangkat cangkul dan mengayunkannya. Saking kalapnya, perempuan itu terrjungkal dan cangkul terlempar jauh.

Perempuan :
Kau menyakitiku. Kau berusaha seperti mereka agar kasus kematian suamiki tidak terbongkar. (menangis)

Isak tangis perempuan itu mulai mereda. Dengan tersendat-sendat ia berkata.

Perempuan :
Suamiku telah mempertaruhkan nyawanya demi menjalankan kewajibannya. Tetapi kematian itu justru membuatnya tidak tenang di pekuburan. Ia difitnah. Ia disudutkan, ia dibunuh dengan keji sekali. Semua pintu tertutup rapat.

Perempuan :
Ini bukan soal pekerjaan yang menyebabkan kematiannya. Tetapi kejujuran yang menyebabkan ia mati.


Musik dan nyanyian terdengar lagi

Malam berhembus lirih
Membawa harum kamboja

Perempuan dan setia
Kunang-kunang dan cahaya

Berkabar tentang lelaki
Di alam baka yang sunyi

Menghadap Sang Maha Yang Suci

Musik dan nyanyian berhenti


Perempuan itu segera meninggalkan makam suaminya dengan berjalan terseok-seok.
.

Perempuan :
Nyonya, kalau kekuasaan ada pada puncuk senjata, maka kebenaran ada pada peluruhnya yang setiap saat akan meledak dan menghancurkannya. (menoleh kebelakang dengan dengan barah hati yang terus berkobar) Aku pasti kembali

Musik dan nyanyian terdengar lagi

Malam berhembus lirih
Membawa harum kamboja

Perempuan dan setia
Kunang-kunang dan cahaya

Berkabar tentang lelaki
Di alam baka yang sunyi

Menghadap Sang Maha Yang Suci

Adegan 2

Setting Panggung berubah pada pelataran pengadilan. Perempuan itu berdiri dengan menenteng dua kepala. Yang satu telah menjadi tengkorak sedang yang satunya masih utuh. Darah segar menetes-netes dari lehernya. Perempuan itu tertawa menang dan terus berjalan menujuh pintu ruangan pengadilan. Ia kemudian berdhenti dan berdiri tegap di depan meja persidangan.

Perempuan :
Ini adalah dua mayat yang telah terbunuh. Mereka terbunuh karena menjalankan tugasnya. Tetapi apakah kalian tahu siapa pembunuhnya? (Suara sepih tertujuh pada mata perempuan). Kalau kalian tahu, kenpa tidak ditulis besar-besaran di Koran. Tulis saja!

Perempuan itu terus berteriak-teriak tidak karuan.
Musik beriringan menghentak-hentak
Muncul penjual Koran menawarkan dagangannya

“Koran, Koran-koran. Dua pria dibantai perempuan gila!”

Terdengar suara Ketua Hakim mengetukkan palu tiga kali. Tanda setuju.
Suasana menjadi gaduh dengan iringan musik dan nyanyian penutup adegan.

Salah orang bilang salah
Orang salah bilang salah
Ekskusi suatu hari kemudian

Salah bilang orang salah
Bilang salah salah orang
Ekskusi suatu hari kemudian

Tamat

*Disadur dari cerpen Kesetiaan Sang Istri Karya R. Giryadi

Lamongan, 28 September 2009

Naskah Teater Monolog Penari


MIMPI BURUK  PENARI
Karya : rodli tl.

Adegan 1
Seorang penari muda menarikan sebuah tarian. Ia sungguh menghipnotis para penonton dengan kelincahan gerakannya. Ceriah wajahnya bagai rembulan. Penari mudah itu sungguh asyik menarikan sebuah tarian tradisi jawa. Sebelum berakhir lampu panggung mendadak gelap dan terjadilah sebuah tragedi yang amat gelap bagi Penari Muda itu. Musiknya yang rancak seperti menjerit ikuti jeritan penari itu.  Lampunya  menyala menyambar seperti kilatan.

Penari Muda
Jangan perkosa aku. Aku seorang penari. Aku bukan pelacur
………………………………………………………………

Beberapa kalimat itu meluncur dalam jeritan penari. dan berakhir dengan jeritan panjang yang mencekik. Suasana menjadi spontan gelap. Lampu gelap. Cahaya berhenti menjilat.  

Adegan 2
Musik dawai mengalun. Lamat-lamat lampu menyala pada satu titik. Terlihat seorang perempuan melakukan gerakan ritmis dan lembut. Ia seperti penari topeng, namun tidak memakai topeng. Pipinya banyak kerutan, namun masih terlihat garis wajah kecantikannya. Ia memakai kebaya tua. Hanya selendang berwarnah merah dan kuning yang diikat di pinggangnya yang membuat ia terlihat masih enerjik.

Wanita Tua
(pelan ia berucap) Selendang ini adalah saksi bisu. Tentang hidup seorang penari pada zamannya.  (sedikit bersemangat) He he he …. aku ingat ketika malam-malam itu. Kami para penari dan para pengrawit terus-menerus berlatih untuk mempersiapkan undangan para petinggi. Sungguh bahagia malam-malam itu.
Musik mulai terdengar. Perempuan tua itu menggerakkan tangan dan tubuhnya dengan mengikuti alunan musik yang lembut..

Wanita Tua
Malam purnama.
Tergaris lukisan bidadari pada rembulan.
Sedang gemintang itu tertawa riang
Mereka tersenyum menyaksikan bocah-bocah bermain
dan yang tua  memainkan tetabuhan.

Semilir angin meliukkan daun-daun.
Seperti seorang penari menggerakkan selendang pada jemarinya.

Berhenti menari. Berjalan ke depan

Wanita Tua
(bersemangat) Sungguh semuanya bahu-membahu menyambut pementasan kami. Sungguh kami tak merasa kering dengan kesenian. Kadang kami bergantian dengan kampung-kampung lain untuk saling bertandang adakan pementasan di musim panen. 

Temanku si Lasmi. Ia seringkali menjadi duta untuk memerkan tradisis kebudayaan kami di daerah tetangga. Tapi kini sudah lama kami tidak bertemu sejak peristiwa itu, ya sejak peristiwa itu…  (terlihat sedih)

(tertawa lalu menangis) ya, si Lasmi, gadis termuda dan berbakat di paguyuban kami yang harus kami selamatkan. Tuhan sungguh sayang pada dia, seperti dalam firmannya

Sejak peristiwa naas itu ia pergi merantau  menjadi TKW. Kami tidak pernah bertemu memang, namun ia sering berkirim kabar padaku. Ia menjadi pengajar tari dan menikah dengan seorang pemuda yang baik asal negeri tersebut. Kabar terakhir yang dikirimkan padaku menceritakan tentang anak-anaknya yang juga suka menari tari-tarian Jawa.

Nasib Lasmi yang paling baik diantara nasib-nasib kami. Lasmi adalah gadis termuda di antara kami. Dia adalah satu-satunya gadis yang mujur diantara kami. Dia memang harus diselamatkan… kita yakin, ia yang akan mewarisi tradisi menari.

(musik gamelan dan suara-suara aneh tiba-tiba  terdengar bergantian)

(menutup telinga) Asu?...ya suara asu…………. (membuka dan menutupnya lagi) Bukan, itu bukan suara para penabuh gamelan. Tapi kenapa sekaras itu, kenapa suara itu semakin melolong. itu suara asu. Jangan-jangan diam! (berteriak sambil menelungkupkan wajahnya pada lantai)

Teriakan perempuan itu membuat suasana histeris lalu sep sesespi mungkini. Pelan-pelan perempuan itu menengadahkan ke cahaya temaram. Ia menangis menyesali nasibnya. Suara tangisanya begitu sendiri.

Wanita Tua
Aku ingat malam itu. Malam itu bukan malam purnama. Malam itu malam perayaan. Kami dan rombongan sedang menari di hadapan para petinggi. Entah dari mana awalnya kekacauan itu Tiba-tiba seakan banyak lolongan anjing menerkam tubuh-tubuh kami. (dialognya diucapkan dengan cepat, gerakannya seperti orang teraniaya) Kami  berontak namun kekuatan kami tidak mampu melawannya. Kami kalah malam itu. Kami diperlakukan sebagai pelacur, kami diperkosa.

Perempuan itu menangis menjadi-jadi

Kami diperlakukan sebagai pelacur, kami diperkosa
………………………………………………………

Lampu tetap menyala.
Musik mulai terdengar


Adegan 3
Agak tenang lalu berdiri pelan. Wajahnya masih terlihat ketakutan. Ia berjalan mengambil posisi lain.  

Wanita Tua
Mulai itu, orang-orang memandang kami adalah penari murahan. Kelompok seni yang tidak memiliki kehormatan.  Sungguh kami heran, kenapa kenyataan itu berubah ketika sesampainya berita itu pada telinga orang-orang kampung. Sungguh kami tidak bisa berbuat apa-apa.

(berontak) Awalnya teman-teman lain mencoba untuk membela diri. Kami dianggap melawan. Kami dianggap tidak patuh pada petinggi. Anti kemapanan. Kami dituduh tidak pro petinggi. Kami kalah,  ya kami benar-benar kalah (terlihat lelah.)

Membalik tubuhnya dan berjalan mundur.

Kini semakin tua saya semakin heran, banyak orang-rang yang antipati dengan nasib ini. Nasib seorang penari yang betul-betul menjadi sampah di negeri  sendiri. Untunglah saya masih punya Lasmi yang tinggal di negeri tetangga, yang masih peduli dengan nasib temannya seperjuangan. Ia masih sering kirim uang kepada kami walaupun tidak banyak.

Nasib saya adalah yang paling buruk diantara teman-teman. Mereka masih ada yang punya sepetak tanah untuk bertahan hidup. Ada yang merantau lalu menikah dengan pemuda setempat. Tapi aku takut, sungguh peristiwa itu sangat menghantuiku.

Berjalan dengan semangat menempati posisi lain

(bersemangat) Zaman berubah. Aku yakin nasib saya, nasib seorang penari tradisi akan berbuah. Hidup ini seperti roda berputar. Ada kalanya menderita, juga ada saatnya berbahagia. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian.  

Tersenyum namun getir

Pernah kami diundang oleh para petinggi yang mengurusi seni. Saya berfikir pasti ada perubahan pada diri nasib kami di usia senja ini. Undanagan itu dalam rangka memberikan apresiasai penari tua seperti saya ini. Tapi itu hanya mimpi. Setelah kami menari, mereka menyodorkan selembar kertas yang harus kami tanda tangani untuk menerima upah, namun saya hanya menerima kurang dari separo dari angka yang tertulis itu. Saya tidak mengerti untuk siapa yang separo. (tertawa getir) Di atas apa negeri ini dibangun. Penuh dengan intrik dan kebohongan.

(tertawa lebar) Sungguh kami trauma dengan orang-orang berseragam. Kami menjadi gila menghadapi mereka. Kebobrokan itu ternyata turun menurun. (menjerit menyesali nasib) kenapa hidup segila ini. Orang-orang yang seharusnya terpercaya justru pemerkosa.

Saya bisa merasakan apa yang dikatakan Ronggowarsito. Sulit menemukan orang yang waras di negeri ini (tertawa getir)

Lampu padam. Wanita tua it terus tertawa dalam kegelapan.

Adegan 4

Musik masuk. Lampu mulai menyala. Perempuan itu berjalan ke depan kiri  panggung.

Wanita Tua
Boleh kami menari untuk saudara-saudara. Namun mohon maaf sebelumnya. Saya tidak bisa menari seeksotis pemuda dan pemudi sekarang. Tarian saya tarian kuno yang mungkin sudah tidak menarik lagi. Kalau dihargai oleh para petinggi itu, tarian saya hanya seharga satu gelas   air mineral.

Ia mengambil lipatan selendang lalu di taruhnya dilantai berharap ada orang yang memberi  uang dilipatan selendang tersebut. Musik terdengar lalu ia menari ikuti musik. Cepat tarianya.

Selang beberapa menit, tertengar suara-suara sepatu.  Tariannya gugup. Ia terlihat ketakutan.
Wanita Tua
Orang-orang itu datang lagi. Jangan-jangan mimpi buruk itu terulang. Ya mereka orang-orang berseragam. Mereka para petinggi sedang kemari. Aku takut. Aku takut mereka memperkosaku lagi

Jangan perkosa aku. Aku adalah penari. Aku bukan pelacur
………………………………………………………………
Aku takut pada mereka yang berseragam
Aku bukan pelacur
……………………………………………..

Ia berlarian  sampai pojok belakang penonton dan terus menangis ketakutan.

Jangan perkosa aku. Aku adalah penari. Aku bukan pelacur
………………………………………………………………
Aku takut pada mereka yang berseragam
Aku bukan pelacur
……………………………………………..
(menangis menjadi-Jadi) mimpi buruk apa lagi yang akan terjadi pada seorang penari seperti ini.…….

TAMAT

Lamongan, 18 September 2009
rodli tl, Alumnus teater tiang FKIP Jember, pernah mendirikan kelompok teater pelajar di SMPN 3 Jember yang bernama STAPEGA. Juga pernah di teater DOBRAK SMAN Arjasa. Kini hidup bersama sanggarnya Sang_BALA (Kelompok Belajar Bermain Drama) di Kampungnya Canditunggal Kalitengah Lamongan. Bersama kelompok tersebut dipercaya mewakili Indonesia di Festival Seni Internatioanl 2009 untuk seni pertunjukan anak. Ia mendapatkan 2 penghargaan; karya pertunjukannya menjadi karya terbaik pertama Festival International II dan sebagai pengajar seni budaya berprestasi dari MENDIKNAS Prof. Dr. Bambang Sudibyo MBA. CP.088803055837

Minggu, 28 November 2010

Naskah Teater Anak Bunglon Dan Kupu-Kupu

Bunglon dan Kupu-Kupu
Karya : rodli tl.



Sinopsis
Pada sebuah taman bunga, Kupu-Kupu berterbangan. Bunga-Bunga menyambut mesrah tarian Kupu-Kupu yang datang di pagi itu. Bunga dan Kupu-Kupu hidup saling menghargai dan menolong. Mereka hidup saling bergantung antar sesama.
Di tengah kecerian isi taman. Ada dua ekor Bunglon yang sedang mengintai Kupu-Kupu yang sedang menari. Namun mereka tidak bisa menangkapnya. Dua Bunglon itu pun lalu bertengkar, saling menyalahkan. Mereka memutuskan untuk berpisah.
Bunglon besar bergerak lagi mengejar Kupu-Kupu yang sedang berterbangan. Bunglon Besar kehabisan tenaga, dan tidak bisa menangkapnya. Sedang Bunglon Kecil mengamati Kupu-Kupu yang sedang berterbangan. Ia mencari Kupu-Kupu yang lelah dan hinggap di atas ranting bunga. Bunglon Kecil berhasil menangkap Kupu-Kupu Kuning.
Kupu-Kupu Kuning berdo’a pada Tuhan agar diberi pertolongan. Pertolongan Tuhan pun datang. Bunglon Besar berusaha merebut Kupu Kuning dari tangkapan Bunglon Kecil. Bunglon Kecil pun langsung melepaskannya. Dan Kupu-Kupu Kuning terbang tinggi.
Bunglon-Bunglon itu bertengkar lagi

Setting
Pada taman bunga di pagi hari

Tokoh
1. Kupu-Kupu yang sedang hidup bersama saling menolong.
2. Bunga-Bunga yang senantiasa menyambut mesrah kehadiran Kupu-Kupu pada taman
3. Bunglon-Bunglon, binatang yang rakus, senantisa berusaha memangsa Kupu-Kupu. Dan sukanya bertengkar antar sesama Bunglon.





























Bunglon dan Kupu-Kupu di Taman Bunga
Karya : rodli tl.



Adegan Satu
Kupu-Kupu berterbangan di taman. Mereka menari dan menyanyi

1. Kupu-Kupu : Kini kami yang terbang
Riangkan bunga-bunga
Yang mulai berkuncup mekar

2. Bunga-Bunga : Kupu-Kupu, selamat datang!
Ayo hinggaplah padaku
Ku kan berikan sari madu

Kupu-Kupu berterbangan sedang bunga-bunga menggapai-gapai
merayu Kupu-Kupu
lambaikan senyum yang merdu

3. Bunglon Besar : Ohoi, kamilah para Bunglon
Hidup kami yang melata
tak halangi tuk memangsa

4. Para Bunglon : Klesat-klesot gerak kami pada tanah
Tapi kadang sampai pada pucuk cemara

Klesat-klesot gerak kami mengendap-endap
Memangsa belalang, Kupu-Kupu hap hap

Mangsa kami tak mengira
bahwa kami berada dibalik rerumputan, menempel pada batang pohon

Berubah-berubah,itulah warna kami
menyerupai benda-benda yang kami singgahi

bunglon itu lalu pergi bersembunyi
bunga-bunga mekar bermunculan menyambut Kupu-Kupu yang terus berterbangan dan kadang-kadang hinggap pada pohon dan bunga-bunga

5. Bunga-Bunga : Wahai Kupu-Kupu, pagi ini sungguh kami merasa
riang karena kalian tak pernah bosan bertandang
kemari
6. Kupu-Kupu : Kami akan merasa merindukanmu para bunga,
bukankan kami sedikit memilki hidup yang
bergantung pada kalian?
7. Bunga Mawar : Bungaku terasa layu bila sepagi tak ada hadirmu
wahai temanku Kupu-Kupu
8. Kupu Putih : Juga sayapku seakan terkulai kalau tah sentuh sari-
sarimu
9. Bunga Mawar : Benarkah ucapanmu wahai temanku
10. Kupu Kuning : Pernahkah kami bohongi kalian wahai bunga-
bunga yang indah
11. Bunga Melati : Kalian memang teman yang baik tak pernah
menyakiti sesama apalagi berkata bohong.
12. Kupu Merah : Kita berharap terus untuk berbuat baik dan selalu
berkata yang jujur. Karena kebaikan dan kejujuran
membuat hidup menjadi indah dan damai. Kita
akan selalu menjaga cinta kasih dan saling
menolong.
13. Bunga Bougenvil : Begitu sebaliknaya, menyakiti sesama adalah
perbuatan yang amat merugi bagi diri sendiri.
akan tak memiliki teman yang mau diajak bermain
apalagi menolong dikala membutuhkannya.
Bohong di hari depannya penuh dengan sesal
karena semua menjauhinya.
14. Kupu Hitam : Mungkin perjamuan ini bisa kita lanjutkan esok
pagi. Selamat tinggal sampai bertemu dikala surya
menghangatkan isi taman ini
15. Bunga Matahari : Bersama embun yang usai mandikan dedaunan dan
bunga-bunga kami ucapkan selamat jalan
16. Bunga-Bunga : Sampaikan salam kami pada setiap apapun yang
kalian jumpai dan kalian singgai. Salam canda-
tawa hidup riang nan damai.

Kupu-Kupu berterbangan meninngalkan bunga-bunga yang melambaikan daunya tertiup angina

Adegan Dua
Bunglon-bunglon bermunculan dari persembunyiannya

17. Bunglon Besar : Bodoh, bodoh hari ini kita amat bodoh. Kita terlalu
banyak perhitungan untuk menangkapnya
18. Bunglon Kecil : Aku pikir itu harus kita lakukan. Kita akan
menjadi lebih ceroboh kalau tak hati-hati
19. Bunglon Besar : Bukankan kita sudah perpengalaman berpuluh-
puluh tahun untuk menangkap Kupu-Kupu
20. Bunglon Kecil : maksud kamu kemudian kita sudah lihai dalam
memangsanya
21. Bunglon Besar : Tentunya begitu dong
22. Bunglon Kecil : Perlu kita ingat mereka Kupu-Kupu hidupnya
` tidak hanya di taman ini saja, mereka banyak
bergaul dengan makluk hidup lain. Tentunya ]
semakin lama mereka semakin pandai, apalagi
hanya menghindari dari jebakan-jebakan kita. Aku
yakin mereka telah banyak belajar dari
pengalaman nenek-moyangnya dan tentunya di
tambah dengan pengalaman-pengalaman baru yang
mereka dapatkan dari lingkungan sekitar.
23. Bunglon Besar : Halaaaa, omomng kosong! Nyatanya kita tidak
berhasil menangkapnya
24. Bunglon Kecil : Hari ini kita tidak berhasil, lalu kita belajar dari
kegagalan. Besok kegagalan itu tidak akan
terulang. Akan tetapi kalau kita tak terpelajar,
hanya landasan pokoknya menangkap, kita akan
selamanya tidak akan behasil.Ingat keberhasilan
itu didapatkan kalau ada usaha belajar yang
sungguh-sungguh
25. Bunglon Besar : Sudah diam, aku tak mau mendengarkan kata-kata
mutiaramu lagi. Aku pergi

(pergi diiringi musik)

(satu persatu bunglon itu pergi)

Adegan Tiga
Bunglon Besar termangu sendiri di tinngalkan bunglon-bunglon yang lain

26. Bunglon Kecil : Beginilah kehidupan kami para Bunglon, selalu tak
mau berfikir panjang, dan selalu suka bertengkar.
Makanya kalian akan sulit menemukan kami hidup
bergerombol seperti Kupu-Kupu, Burung, Ikan,
Semut dan binatang- binatang yang lain. Hidup
kami suka menyendiri atau paling banyak adalah
sepasang. Karena hidup bersama dengan sesama
selalu menghadirkan pertengkaran- pertrengkaran.
27. Bunga-Bunga : ( bernyanyi)
Inilah bunga warna-warni berkuncup
membangunkan matahari
Embun-embun bercengkrama
pada rerumputan

28. Bunglon Kecil : (bernyanyi)
Klesat klesot hap hap
Klesat klesot hap hap
Klesat klesot hap hap


29. Kupu Kuning : (bernyanyi)
Jangan-jangan kau gigit aku
Jangan-jangan kau gigit aku
Jangan-jangan kau gigit aku
Lepaskan aku, aku ingin terbang menghias taman!
30. Bunglon Kecil : Kulitku lebih indah dari tarian sayap-sayapmu
Aku tidak membutuhkan indah warnamu
31. Kupu Kuning : Alangkah indah kalau taman ini kita hias bersama.
Kau hiasi batang, cabang dan ranting pepohonan
dengan keindahan kulit dan tajam matamu. Kau
mainkan musik dedaunan yang mulai mengering
dengan suara-suara lompatanmu
32. Bunglon Kecil : Aku tak butuh bujukanmu, semanis apapun kata-
katamu tidak akan menggerakkan hatiku untuk
mengurungkan menikmati lezatnya dagingmu
ketika berada dimulutku
33. Kupu Kuning ` : (bernyanyi)
Jangan-jangan kau gigit aku
Jangan-jangan kau gigit aku
Jangan-jangan kau gigit aku
Biarkanlah aku terbang, aku ingin menghias taman


34. Bunglon Kecil : Jangan kau berteriak-teriak. Kau tak kan bisa lepas
dari tangkapanku, sebelum kau ku masukkan ke
dalam perutku. Aku beri kesempatan kau untuk
berdo’a pada Tuhan
35. Kupu Kuning : (berdo’a) Tuhan kalau aku harus menghadapMu
hari ini. Berikanlah cara yang terbaik untuk
kembali kepadaMu. Tapi Tuhan, kalau kehidupan
itu masih baik untukku maka berilah kekuatan
kami untuk mampu bertahan dalam menghadapi
ujian ini

Adegan Empat
Tiba-tiba segerombolan Kupu-Kupu datang berterbangan beriring-iringan dengan bunglon-bunglon yang mengendap-endap

36. Kupu-Kupu : (bernyanyi)
Kupu-Kupu berterbangan.
Sayapnya indah
bentuk tubuh yang sintal.
Wahai bunglon, tak tertarikkah kalian memangsa
Kami


37. Beberapa Kecil : Wahai Kupu-Kupu teruslah bernyanyi. Sebentar
lagi kalian akan Tertangkap, dan kami akan
memakan kalian tak tersisakan
38. Para Bunglon : (bernyanyi)
Ohoi kamilah para Bunglon
Hidup kami yang melatah
tak halangi tuk memangsa
jenis serangga yang berterbangan

klesat-klesot gerak kami pada tanah
tapi kadang sampai pada pucuk cemara

39. Kupu-Kupu : Ayo kejarlah kami. Kami yakin kalian tak bisa
menagkap kami. Hidup kami tebang, sedang kau
melata
40. Bunglon-bunglon : Jangan sombong pasti kami menangkap kalian
41. Kupu-Kupu : Terbanglah terbanglah kalau kalian bisa sepertiku

Bunglon Kecil teperangah melihat banyak Kupu-Kupu berterbangan menari-nari di udara
Beberapa saat kemudian Kupu-Kupu itu sudah lenyap dari pandangannya

Satu-persatu bunglon bertemu dan menghampiri bunglon yang sedang membawa mangsanya

42. Bunglon Besar : Ternyata pandai kau menipu. Kau tak mau ikut
bersama kami Lantaran kau mau mengambil
kesempatan pada kesempitan kami. Kami yang
mengejar mangsa dari satu pohon ke pohon yang
lain, lalu kau yang menagkapnya untuk kau
nikmati sendiri
43. Bunglon Kecil : Jangan kalian berprasangka buruk padaku. Kupu
Kuning ini aku tangkap bukanlah dari
segerombolan Kupu-Kupu yang kalian kejar. Aku
telah menangkapnya sebelum segerombolan Kupu-
Kupu itu melintas pada taman ini.
44. Bunglon Besar : Kau jangan mungkir. Sekarang serahkan kupu
kuning ini pada kami
45. Teman Bunglon : Ayo serahkan cepat! daripada kami akan
melukaimu
46. Bunglon Kecil : Kalau kalian menginginkannya. Inilah kupu
kuning ini aku lepas dan tangkaplah kalau kalian
menginginkannya
Bunglon Kecil melepaskan kupu kuning lalu terbanglah kupu kuning itu ke udara.
Mereka para Bunglon mengamati kupu kuning menari diangkasa lalu di ikuti Kupu-Kupu lain.

47. Bunglon Besar : Kau belum pandai! Mengapa kau lepaskan kupu
kuning itu?
48. Bunglon Kecil : Kalian sendiri yang belum pandai, tak bisa
menagkap Kupu-Kupu yang sudah tak bertenaga
untuk terbang dari kejaran kalian.
49. Bunglon Besar : Tenaga Kupu-Kupu itu kembali pulih karena ia
beristirahat dalam cengkeramanmu. Sebagai
gantinya maka kau yang akan menjadi mangsaku
50. Bunglon Kecil : Tangkaplah aku kalau kamu merasa yang paling
berkuasa

Bunglon-bunglon itu terus berkejaran akan tetapi si bunglon kecil selalu bisa mengecoh dan mentertawakannya.

Bunglon besar beserta temannya semakin marah dan semakin lama ia kehabisan tenaga.

51. Bunglon Kecil : Ayo tangkaplah kalau kamu merasa kuat dan
berkuasa. Ternyata amarahmu manangkapku tak
didukung dengan tenaga yang kuat. Kau tenyata
juga lemah, lalu kenapa selalu sombong. Ayo
tangkaplah wahai bunglon berbadan besar tapi
bertenaga cindil. Ayo tangkaplah aku dan
santaplah dagingku sebagai ganti daging Kupu-
Kupu itu!

Bunglon Kecil terus mentertawakan Bunglon Besar dan teman-temannya.
Bunga-bunga pun tersenyum melihat kelakuan para bunglon.

52. Bunga-Bunga : (bernyanyi)
Wahai para bunglon
Janganlah berterngkar

Wahai para bunglon
Janganlah berbohong

Hiduplah saling berteman
Hiasi hidup bergandeng tangan

Kupu-Kupu berdatangan bersorak-sorai menari
Tamat

Naskah Teater Anak Mata Kucing


Mata Kucing
Karya  : rodli tl



Sinopsis
Adalah tentang permainan tardisi yang sering kali dimainkan anak-anak di pelataran pada malam bulan purnama. Awalnya mereka bermain dengan suka ria, namun kemudian salah satu dari mereka ada yang tidak sportif dalam permainan. Sasa lebih memilih tidur daripada mencari teman-temanya yang sedang bersembunyi ketika bermain petak umpet.
Mega, anak perempuan yang paling besar kemudian marah-marah dan mengajak meninggalkan Sasa yang tidur sendirian di pelataran.
Sasa mengigau, dan teman-temanya menganggap ia kesurupan karena ketakutan. Kemudian Uzan, dan Rio menyalahkan Mega. Uzan dan Rio tidak mau bertanggungjawab pada apa yang sedang terjadi pada Sasa. Mereka pun mulai bertengkar saling menyalahkan, lempar batu sembunyi tangan.
Sedang Kiki anak terkecil lebih suka bermain dari pada mempedulikan pertengkaran teman-temanya.

Setting
Di pelataran rumah kampung pada malam bulan purnama


Tokoh
  1. Mega, anak perempuan yang paling besar. Sedikit terlihat jiwa kepemimpinannya. Pemikiranya agak mulai dewasa.
  2. Sasa, anak perempuan yang suka membuat masalah. Seringkali tidak mau sportif dalam permainan.
  3. Uzan, anak laki-laki yang sifatnya kadang egois. Ia tidak mau dipersalahkan.
  4. Rio, anak laki-laki yang tidak punya pendirian. Selalu ikut apa kata Uzan.
  5. Kiki, anak perempuan terkecil yang masih lugu.




























Mata Kucing
Karya  : rodli tl


Anak-anak bermain di pelataran. Mereka bermain “Pung-Pung Balung” kemudian menyusun semua telapak tangan. Masing-masing menggengem tiap jari jempol milik temannya dengan bernyanyi “Pung-Pung Balung”

pung pung balung
bumi merak bumi mancung
mekaro ndok sepiti pyar

Telapak tangan yang paling bawah terbuka di setiap akhir nyanyian. Kemudian mereka melanjutkan nyanyiannya dengan nyanyian “Yek Uyek Ranti”, sambil mengunyek punggung  tangan, mereka bernyanyi

Yek-uyek ranti
Ono bebek pinggir kali
Nothol pari sak uli
Ditangisi mrebes mili
Serontang seranting
Ono bajing nyolong gunting
Guntinge mbok petoro
Uleno nang ngabean
Golekno payung abang
Abang-bang seronce
Sedelek ceplis

Pada setiap akhir lagu, salah satu anak mengangkat setiap telapak tangan ke kepala pemiliknya. Dan pada akhirnya masing-masing mengangkat kedua tangan, seakan memanggul keranjang di atas kepala. Salah satu diantara mereka kemudian menanyakan isi keranjang tersebut.

  1. Mega               : Kalian semua sedang membawa apa?
  2. Anak-Anak     : Membawa keranjang berisi hewan
  3. Mega               : Coba turunkan,   saya ingin tahu

Anak-anak menurunkan isi keranjang sambil bersuara seakan suara hewan yang ada dalam keranjang. Lalu mereka memainkan menjadi hewan. Kemudian mereka adu kekuatan dengan suara-suara.

  1. Uzan                : (bersuara menjadi  kambing)
  2. Kiki                 : (bersuara menjadi burung)
  3. Sasa                 : (bersuara menjadi kucing)
  4. Rio                  : (bersuara menjadi ayam)
  5. Mega               : (bersuara menjadi tikus)

Suara hewan-hewan bersahutan seakan di margasatwa. Suaranya menjadi nyanyian. Kadang-kadang merdu. Kadang-kadang menakutkan.

embek-embek cicit-cuit cicit-cuit meong-meong pethok-pethok cit-cit uwiing”

  1. Uzan                :  Aku berbadan besar. Akulah kambing, merumput pada
   pematang sawah
  1. Kiki                 :  Aku si kecil tapi cantik. Aku terbang, dan hinggap pada
   pepohonan
  1. Sasa                 :  Akulah si manis. namun bertaring. Aku suka makan
   daging
  1. Rio                  :  Akulah si ayam. Suka memakan biji-bijian
  2. Mega               :  Aku si tikus. tapi aku adalah si tikus putih yang cantik
   dan tidak menjijikkan
  1. Heni                :  Akulah si nyamuk, centil, dan suka menggigit mereka
  yang  malas bersih-bersih

Mereka berlari sambil meneriakkan tentang binatang yang dianggap mengganggu hidupnya.
Burung hinggap dan mematuk-matuk tubuh kambing

  1. Fauzan             : Aduh, tubuhku sakit. Tubuhku dipathok burung
Tikus mengejar burung
  1. Kiki                 : Takut, aku dikejar-kejar tikus
Kambing menyeruduk kucing
  1. Sasa                 : Waduh bahaya, ada si kambing bertanduk. Ia suka
  Menyeruduk
      Tikus merebut makanan ayam
  1. Rio                  : Dasar si tikus. Selalu saja menggangguku. Ia merebut
  Makananku
       Nyamuk merasa aman. Ia leluasa terbang kesana-kemari
  1. Heni                : Uwiing, nyamuk tidak takut apapun, karena hidupnya
  nyamuk pada malam gelap-gulita, nyamuk juga tidak takut
  pada hantu, uwiiing………

Anak-anak berlarian, mereka seakan dikejar puluhan nyamuk

  1. Anak-anak       : (bernyanyi)
Banyak nyamuk digigit sakit
Aduh aduh, nyamuknya nakal

Anak-anak berlarian sambil mengibas tangannya, mereka terus bernyanyi sambil melakukan gerakan tari. Lama-lama mereka kelihatan lelah. Pelan-pelan tertidur.

  1. Heni                : Wah, mereka kok tidur semua ya, kalau begitu nyamuk
  juga mau tidur. Nyamuknya ngantuk. Nyamuknya tidur,
  uwiiiing…

Semua tertidur pulas, dengkuran mereka bersahut-sahutan.
Tak lama kemudian Sasa yang memerankan sebagai kucing bangun. Bergerak mengaum.

  1. Sasa                 : Meong, meooong…..

Mega yang menjadi tikus itu bangun dengan ketakutan. Layaknya seekor tikus yang mau diterkam oleh seekor kucing

  1. Mega               : Mata kucing, mata kucing itu seakan mau menerkamku.

Satu persatu anak-anak terjaga dari tidurnya dengan rasa takut. Pelan-pelan mereka berkumpul bergerak menjauhi si kucing. Mereka bergerak dengan nyanyian.

mata kucing, mata kucing, seakan menerkamku”

  1. Mega               : Ayo kita bersembunyi!
  2. Anak-anak       : Ayo….

Sambil menyuarakan suara binatang, anak-anak bersembunyi, sedang Sasa harus menutup matannya sambil bernyanyi meminta bantuan setan gundul untuk menemukan persembunyian teman-temannya.

  1. Sasa                 : (bernyanyi)
Setan gundul temokno koncoku,
Sing gak koen temokno tak uyoi ndasmu

  1. Kiki                 : Belum (belum menemukan tempat persembunyian)
  2. Rio                  : Aku juga belum, aku masih mencari tempat
  persembunyian
  1. Mega               : Cuit
  2. Uzan                : Cuit

Sasa terus bernyanyi sedang teman-teman lain bercicit-cuit, seperti memainkan musik iringi nyanyian Sasa.

Anak-anak yang bersembunyi terus bercicit-cuit untuk mengeco Sasa. Sedang Sasa bergerak kebingungan sampai ia ketiduran. Suara cicit-cuit terus mencericit. Lama kemudian Sasa berhenti mencari dan kembali tidur.

  1. Mega               : Sssst, sepertinya ada yang tidak beres.
  2. Uzan                : Kenapa Mega?
  3. Mega               : Coba kamu lihat Sasa, si anak kentongan itu. Dia pura-
  pura  tidur, dia  tidak mau mencari kita.
  1. Kiki                 : Hi Sasa, tidak boleh nakalan begitu!
  2. Rio                  : Iya, tidak boleh cepat menyerah. kalau nakalan seperti itu
  permaianan kita tidak seru.
  1. Mega               : Aku punya ide.
  2. Heni                : Ide apa itu?
  3. Mega               : Anak yang nakal, yang tidak sportif dalam permainan kita
  nakali juga.
  1. Uzan                : Maksud Mega?
  2. Mega               : Kita tinggal saja dia, biar dia tidur di sini sendirian, biar
  digondol setan gundul.
  1. Rio                  : Ya, aku setuju.

Anak-anak mulai meninggalkan arena permainan dengan melantunkan tembang dolanannya.

Setan gundul gondolen Sasa

Setan gundul gondolen Sasa
  1. Uzan                : Stop, sepertinya kali ini Sasa tidak pura-pura tidur. ia
  benar-benar tertidur.
  1. Kiki                 : Ya, Sasa kan biasanya penakut. Tapi hari ini dia tidak
  takut.
  1. Rio                  : Pasti dia tidur sungguhan. Andaikata ia tidur-tiduran, ia
  pasti bangun dan mengejar kita. Ia pasti takut sendirian.
  1. Kiki                 : Kita klitiki aja dia, pasti ketahuan, apakah dia benar-benar
  tidur  Atau pura-pura!
Mereka berempat jalan mengendap-endap sambil membawa setangkai sapu lidi. Mereka gunakan untuk mengkelitiki telingah Sasa
Sasa terbangun, tapi ia seperti orang yang sedang ngigau. Ia duduk, berdiri dan berjalan sambil mulutnya nggedumbel.

Setan gundul, temokno koncoku
Sing gak koen temokno tak uyoi ndasmu.

Sasa terus berjalan dengan mengucapkan beberapa kalimat setan gundul tersebut.

  1. Rio                  : Wah bahaya, dia kerasukan setan
  2. Mega               : Maksud kamu keserupan?
  3. Kiki                 : (Menangis karena ketakutan) Sasa kesurupan ya? Mae,
  mae, aku  takut………..

Sasa kemudian kembali lagi ke tempat semula dan terus bergumam memanggil-manggil setan gundul.

  1. Uzan                : Mega, bagaimana ini semua tejadi? Ini semua gara-gara
  kamu.
  1. Rio                  : Ya, ini gara-gara kamu. Sasa kesurupan dan kiki menangis
   ketakutan
  1. Mega               : Apa, gara-gara aku. ini salah Sasa sendiri. Enak-enak
  main kok  dia malah tidur.
  1. Uzan                : Tapi kenapa kamu ajak kita untuk meninggalkan dia tidur
  sendiri  di sini?
  1. Mega               : Biar dia kapok. Lagian dia gak sportif. Waktunya jadi dia
  malah tiduran. Tidak mau mencari. Apa kemudian kita
  biarkan saja dia, sambil kita menunggu digigiti nyamuk.
  1. Rio                  :  Pokoknya, kamu harus bertanggungjawab.  Kalau
  ayahnya  marah, aku tidak ikut-ikut
  1. Uzan                : Ya, kamu sendiri yang salah. Bukan kita.
  2. Mega               : Hai, kalian nyrocos saja,  chicken you are! Pengecut kau!

Mereka terus berdebat. Sedang Kiki terus menangis dan Sasa sudah tidak ngomel lagi. Ia kembali tidur sambil mendengkur.
Uzan dan Rio terus tidak mau kalah. Ia terus menyalahkan Mega. Mereka mengolok-olok mega dengan nyanyian.

  1. Uzan dan Rio  :  (bernyanyi) Pokoknya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
  2. Mega               : (bernyanyi) Hai, hai hai hai……
  3. Uzan dan Rio  : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
  4. Mega               : (bernyanyi) Hai, chicken chicken you are, Pengecut kau!
  Don”t be chicken, jangan jadi pengecut kau!
  1. Uzan dan Rio  : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa”
  2. Mega               : Stop

Dengan terlihat marah, mega membentak mereka. Spontan nyanyiannya berhenti


  1. Mega               : Teman, jangan lempar batu sembunyi tangan, ini masalah
  kita bersama, seharusnya kita hadapi dengan kesatria.
  Berat sama dipikul, ringan sama   dijinjing.
  1. Uzan                : Ayahnya datang!

Mereka berlarian mengisis ruang kosong dan saling bertabrakan. Mereka mengadu kesakitan


  1. Mega               : Rasakan kalian pengecut. Itu adalah batunya orang yang
  lempar sembunyi tangan.

Sasa tiba-tiba terbangun dan menceritakan mimpinya.

  1. Sasa                 :  Aku tadi tidur ya? Aku bermimpi bertemu dengan setan
  gundul. Setan   gundul itu lucu sekali. (mengamati
  temannya yang kesakitan) Kenapa  kalian mengerang
  kesakitan? Jatuh karena  lari ya. Kenapa, takut sama setan  
  gundul. Setan gundul alias tuyul itu imut, lucu.
  1. Uzan                :  Hai, kucing, ini semua gara-gara kamu. Kamu merasa
   bersalah  tidak ?
  1. Sasa                 :  Apa salah saya?
  2. Rio                  :  Hai, kamu tadi tidur apa kesurupan?
  3. Sasa                 :  Yang jalas aku bermimpi bertemu dengan setan gundul
   yang imut.
  1. Uzan                : Kamu sekarang sudah sadar belum? Jangan-jangan masih
  mengigau
  1. Mega               : Ayo kita jiwiti dia

Mereka bersama-sama menjiwit Sasa. Sasa mengerang kesakitan


  1. Mega               : Ternyata dia sudah sadar. Tidak ngigau lagi
  2. Rio                  : Jangan-jangan dia masih kesurupan

Tiba-tiba Sasa menangis karena kesakitan


  1. Kiki                 : Hayo hayo si Sasa menangis

Sasa mengerang menangis kesakitan. Mereka berdebat saling menyalahkan lagi.

  1. Uzan dan Rio  : Aduh, Mega lagi Mega lagi
  2. Rio                  : Mega, kenapa kau selalu membuat ulah.
  3. Uzan                : Ya, tangan kamu banyak setannya. Selalu membuat
  masalah.  
  1. Mega               : Hai, dasar kalian otak keyong, kenapa kalian selalu
  menyalahkan aku?
  1. Rio                  : Siapa lagi kalau bukan kamu
  2. Mega               : Apa yang mencubit sasa tadi tangan saya sendiri?
  3. Ucan                : Tapi, kamu yang mengajak kan?
  4. Mega               : Dan kalian ikut kan?

Mereka kaembali berdebat sambil bernyanyi

  1. Uzan dan Rio  : (bernyanyi) Pokoknya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
  2. Mega               : (bernyanyi) Hai, hai hai hai……
  3. Uzan dan Rio  :  (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
  4. Mega               : (bernyanyi) Hai, chicken chicken you are, Pengecut kau
    Don”t be chicken, jangan pengecut kau
  1. Uzan dan Rio  : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
  2. Mega               : Stop, berhentiii! Aku muak dengan kepengecutan kalian!
  3. Kiki                 : (berdiri) Kenapa orang besar sukanya bertengkar. Selalu
  saja beranggapan dia yang paling benar. Kapan waktunya
  untuk bermain, bersendah-gurau
  1. Uzan                : Kiki, diam sebentar!
  2. Kiki                 : Aku tidak suka pertengkaran
  3. Uzan                : Hai hai hai, sekali lagi diam!
  4. Kiki                 : Apa semua masalah harus diselesaikan dengan
  pertengkaran?
95.        Rio                              : Kiki, diam, jangan banyak bicara!
96.        Mega               : Hai teman, dia punya hak untuk bicara
97.        Uzan                : Tapi dia masih kecil
98.        Mega               : Apa kalian sudah besar?
99.        Rio                              : Tapi paling tidak kita lebih besar darinya.
100.    Mega               : Tetapi bisa jadi dia lebih pantas bicara dari pada kalian.

Kiki bergerak menjauh dari perdebatan. Ia mencari tempat untuk menyendiri. Dan bernyanyi sendiri.

101.    Kiki                 : (bernyanyi)
pung pung balung
 bumi merak bumi mancung
   mekaro ndok sepiti pyar

Sasa kemudian datang menghampirinya.

102.    Sasa                 : Kiki, kenapa kamu bermain sendirian?  
103.    Kiki                 : Aku tidak suka pertengkaran
104.    Sasa                 : Oh, jadi kamu bermain sendiri, karena yang lain pada suka
  bertengkar. Kenapa mereka bertengkar?
105.    Kiki                 : Ini gara-gara kamu.
106.    Sasa                 : Ha, gara-gara aku, apa ya salah aku?(bingung) mereka
     bertengkar gara-gara aku. Kiki, aku jadi bingung. Kiki,
     apa salah aku?
107.    Kiki                 : Cari sendiri!
108.    Sasa                 : Ayo dong kiki, apa salah aku?  
109.    Kiki                 : Orang baik itu tahu kesalahan dan kekurangannya sendiri.
  Lalu ia  berusaha memperbaikinya.

Bertemu kembali dan meneruskan perdebatan

110.    Mega               : Sekarang ayo kita akhiri perdebatan kita.
111.    Uzan                : Tidak mau sebelum kamu mengaku bersalah
112.    Mega               : Apa, aku yang salah. Justru kalian yang bersalah
113.    Rio                  : Hai hai hai… yang tadi mengajak untuk meninggalkan
  Sasa itu siapa?
114.    Mega               : Kalian juga mendukung kan?
115.    Uzan                : Yang tadi mengajak untuk menjiwit Sasa siapa?
116.    Mega               : Kalian juga mendukung kan, ayo, masih menyalahkan
  orang lain, masih tidak merasa bersalah, tetap lempar batu
  sembunyi tangan!?
Mereka terus berdebat. Saling menyalahkan dan tidak mau saling mengakui kesalahannya.

117.    Sasa                 : Oh oh oh… sekarang aku tahu kesalahanku. Ini semua
  gara-gara  aku. aku tidak sportif dalam permainan. Satu
  keselahan kecil,  akan menciptakan kesalahan-kesalahan
  yang lebih besar. Aku baru sadar, perbuatan yang tidak
  baik itu pasti membuat orang lain menjadi menderita.

Sasa kemudian berlarian meminta maaf pada teman-temannya.

118.    Sasa                 : Minta maaf, minta maaf, minta maaf ya, aku minta
  maaf….
119.    Uzan                : Hai diam. Kenapa kau berteriak-teriak?
120.    Sasa                 : Minta maaf!
121.    Rio                  : Kenapa meminta maaf?
122.    Sasa                 : Aku bersalah
123.    Uzan                : Lihat Mega, Sasa saja mau minta maaf, lalu kamu
  bagaimana? Kamu mau meminta maaf tidak?
124.    Mega               : Kamu sendiri bagaimana?
125.    Uzan                : Aku tidak bersalah, kenapa harus minta maaf
126.    Rio                  : Ya, kita tidak bersalah, kita tidak perlu minta maaf
127.    Mega               : Dasar kepala batu, maunya yang paling benar.
128.    Sasa                 : Orang-orang yang merasa dirinya sudah besar, mereka
  selalu dirinya yang paling benar, padahal padahal mereka
  adalah…… (berlari menggandeng tangan Kiki) Kiki Kiki
  ayo kita   bermain…

Sasa dan Kiki kembali bermain pung-pung balung. Sedang yang lain masih bertengkar, tidak mau damai. Kiki dan Sasa terus asyik bernyanyi. Mereka melanjutkan dengan nyanyian yek-uyrk ranti. Bergerak megal-megol seperti bebek.


TAMAT

Lamongan, Januari 2008